Artikel

Motivasi

Berita

Artikel

Kategori

Berita Foto

» » Majelis Taklim Rabbani Bersama Ustadz. Salim Al Fillah


“Bentengi Aqidah Ummat dari Gencarnya Media Sosial”
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, katakanlah kebaikan atau diamlah.” (HR. Bukhari & Muslim)
“Barangsiapa tergesa, akan salah.” (HR. Al Hakim)
 Di era globalisasi sekarang ini banyak sekali bermunculan social media. Bukan hanya orang dewasa saja yang menggunakan social media, bahkan pelajar sekolah dan anak-anak yang belum cukup umur juga sudah akrab dengan social media. Berawal dari Friendster, kemudian Facebook, Twitter, Skype, Foursquare, Line, What’s App, Path, Instagram, dan masih banyak lainnya.
 Saat ini mahasiswa di Kota Yogyakarta yang terdiri dari beberapa universitas, sudah banyak menggunakan media massa, melalui sebuah survey, dari setiap universitas di kota Yogyakarta memiliki kurang lebih 10.000 mahasiswa, dan rata-rata mahasiswa memiliki salah satu akun sosial media baik itu BBM, What’s App, faceboook, twitter, dan sebagainya.
 Dari berbagai macam sosial media ini akan menimbulkan dampak berbeda bagi penggunanya. Dengan kecanggihannya, media sosial akan menjerumuskan individu ke dampak negatif bila tidak tepat pemanfaatannya, bahkan akan merusak aqidah setiap individu seperti pornografi, tindak kejahatan melalui media sosial, sifat candu dan susah bersosialisasi dengan lingkungan dunia nyata. Selaras dengan firman Allah : Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah: ‘Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya’.” (HR. Tirmidzi, Hadits Hasan)
 Oleh karena itu, kami pengurus Majelis Taklim Robbani Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU-DT), dan Pro-U Media dalam program Majelis Taklim Robbani, bertemakan “Bentengi  Aqidah Ummat dari Gencarnya Media Sosial”, mengkaji dan mengajak mahasiswa serta masyarakat kota Yogyakarta untuk membentengi aqidah dari dampak negatif media sosial.
 Acara ini dilaksanakan pada Jumat 15 Mei 2015 pkl 15.30 WUB. Sasaran acara ini untuk umum dan diutamakan untuk mahasiswa kota Yogyakarta dari 14 kampus, diantaranya UAD, UST, UJB, Poltekkes analis, Poltekkes Akbid, UTY, ISI, UIN, IST Akprind, STTA, IKP, UNY, STAI Syuhada, dan STIKes Surya Global.
 Adapun maksud dan tujuan dari acara ini agar peserta mampu membentengi aqidah dari dampak negatif media sosial, ikhtiarnya sebagai berikut:
  1. Memperdalam ilmu 
Dengan memperdalam ilmu aqidah, maka seseorang akan mengetahui mana yang baik dan benar. Sehingga sebelum aktif di media sosial, mampu menahan diri dari keburukan dan  berita yang  tidak benar. Ketika aqidah lurus, setiap individu tidak akan tergoda untuk membuka situs pornografi, ramalan bintang, ataupun software yang sedang marak saat ini yaitu prediksi karakter dari nama dan raut muka.
  1. Meluruskan Niat dalam interaksi media sosial. 
Niat itu penting, bahkan lebih penting dari amal shaleh itu sendiri. Yahya bin Abi Katsir berkata, “Pelajarilah tentang niat, karena ia lebih penting dari amal.” (Jami Al Ulum wal Hikam, hal 18). Maka, hendaknya dilakukan dengan ikhlas; ber-mujahadah (bersungguh-sungguh) melawan niat riya, pamer, ingin dipuji, atau dapat jempol banyak dan lain-lain. Mengapa harus ber-mujahadah? Karena mengikhlaskan niat itu tidak mudah. Sufyan Atsauri berkata, “Tidak ada sesuatu yang paling sulit aku hadapi selain niatku, karena ia senantiasa berbolak-balik.” Jangan sampai, niat mulia menebar ilmu berubah menjadi pamer ilmu. Nas`lullahal ‘afwa wal ‘aafiyah.
  1. Memastikan bahwa pesan, ilmu, atau nasehat di media sosial itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Standar ilmiah bisa dirangkum dengan ungkapan: “shahih secara riwayat dan benar secara istinbath“. Terkadang, seseorang menukil dalil dari Al Qur’an atau hadis, tapi cara pendalilannya, tafsirnya, atau pemahamannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syar’i. Oleh karena itu, ini juga harus diwaspadai. Akan lebih selamat jika kita memakai pendalilan atau tafsir para ulama yang kredibel dalam memahami dalil-dalil syar’i.
  1. Menjaga amanah ilmiah.
Hendaknya selalu berusaha mencantumkan sumber dari mana ilmu atau faidah itu kita dapatkan. Hal ini agar kita tidak termasuk orang-orang yang mendapat ancaman hadits, “Orang yang mengaku-ngaku memiliki (al mutasybbi’) dengan sesuatu yang tidak dimilikinya, maka ia seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (HR Bukhari Muslim).
  1. Berusaha tidak menuliskan sesuatu yang bersinggungan dengan masalah ilmiah yang memiliki tingkat kesulitan diluar kapasitas kita.Sehingga kemudian tidak memunculkan debat kusir yang tidak bermanfaat.
  1. Menjaga akhlak mulia.
Walaupun dalam bentuk tulisan, hendaknya tetap memperhatikan sopan santun dan etika; tidak mengandung celaan, kata-kata kasar dan bermuatan menjatuhkan kehormatan orang lain.
  1. Mempertimbangkan maslahat dan mafsadat serta tepat sasaran.
  2. Tidak mudah berfatwa.
 karena fatwa memiliki kehormatan yang tidak boleh dilakukan sembarang orang. Sehingga dikatakan, “Orang yang paling berani berfatwa, adalah orang yang paling sedikit ilmunya”.
Keselarasan terlaksananya acara, menarik 96 orang peserta dari 14 kampus di kota Yogyakarta. Ustadz. Salim A Fillah, pembicara dengan predikat penulis buku best seller membawakan materi dengan pembawaannya yang santun mampu menghipnotis peserta lebih bersemangat. Semoga media sosial di kota Yogyakarta lebih harmonis dan efisien dalam pemanfaatannya melalui ilmu dan aqidah yang lurus.

Unknown

We are.., This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Select Menu